HOUSTON — Brandon Neely masih dikejar perasaan bersalah dan malu akibat perbuatan buruk, perkataan kasar, tindakan kejam yang ia dan teman koleganya lakukan terhadap tahanan tak berdaya. Brendan adalah mantan penjaga kamp tahanan paling terkenal dan mungkin paling tak manusiawi di dunia, Guantanamo. "Orang tak berdosa, bersalah, kulit hitam, kulit putih, Muslim, atau Yahudi, tidak peduli siapa kamu--tidak ada pengecualian dalam memperlakukan orang dengan cara-cara buruk yang saya dan orang lakukan. " ujarnya Brendan yang bertugas di Guantanamo selama enam bulan seperti yang dikutip ole The Independent, Rabu (18/02)
"Itu sangat salah dan kriminal, dan sangat bertentangan dengan apa yang menjadi landasan berpija Amerika Serikat," Salah satu bentuk kekerasan yang dituturkan mantan penjaga itu ialah tahanan diberikan perlakuan kejam yang telah didesain untuk mempengaruhi fisik dan mental mereka Memukul, perkataan kasar, pelecehan kemanusiaan dimulai sejak hari pertama begitu tahanan menginjakkan kaki ke penjara terkenal itu. "Saat tiba, seluruh tahanan akan berteriak selama proses tersebut," ujarnya. "Tahanan diberitahu jika negara mereka telah dinuklir dan tak ada lagi yang tersisa, dan semua keluarganya mati. Bahkan saya juga tahun beberapa penjaga mengatakan tahanan akan dibunuh sewaktu-waktu," tutur Brendan. Brendan juga mengingat sesi penghinaan khusus bila bertepatan dengan waktu sholat para Muslim. "Selama panggilan sholat, para tentara berulangkali akan mangolok-olok dan menertawakan para tahanan. Banyak yang bernyanyi keras-keras saat sholat, bahkan beberapa menyemprotkan air kepada tahanan saat mereka sholat," kata Brendan panjang lebar AS sendiri masih menyimpan ratusan tahanan di Guantanamo yang dibuka pada 2002, melabeli mereka musuh pertempuran dan ekstrimis dan menyangkal hak asasi mereka. Pusat penahanan militer terkenal itu pun telah dikutuk warga Internasional dan menjadi jejak rekam hitam AS terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Brendan--kini menjadi petugas penegak hukum wilayah Housten--balik mengejek argumen jika Guantanamo menahan sejumlah teroris paling berbahaya di dunia. "Saya masih ingat dulu saya diberi tahu tentang tahanan... jika suatu saat kami akan berhadapan dengan orang paling buruk sedunia yang pernah ada," Ia ingat pula ketika diberi tahu jika banyak tahanan yang membantu rencana serangan WTC 11 September. "Saya sendiri bersiap untuk menghadapi orang-orang paling berbahaya di dunia, para teroris yang memplot dan membunuh ribuan orang di negara saya," ungkap Brendan. "Hingga tiba harinya ketika orang-orang ''paling berbahaya" datang, dan ternyata mereka tidak seperti yang saya bayangkan," katanya Ia mengatakan satu grup tahanan yang tiba di Guantanamo tidak lebih dari sekedar orang biasa yang gemetaran. "Banyak dari mereka yang kecil, kurus, sangat ketakutan dan terluka. Padahal ketika saya membayangkan mereka turun, saya akan bertemu orang beringas, mengancam, dan mimik berbahaya," "Selama itu adalah saat ketika saya mulai melihat para tahanan seperti halnya orang lain, bukan monster seperti yang orang-orang bilang," Ia mengaku menghabiskan banyak waktu dengan David Hicks, warga Australia-beralih memeluk Islam yang tertangkap di Afghanistan. "Hicks sama sekali jauh dari wajah pembunuh berdarah dingin yang selalu dikatakan orang-orang. Ia pria normal seperti saya. Ia duduk, melontarkan canda dan membuat obrolan ringan. Hal sama yang akan dilakukan orang biasa," kata Brendan. Selain bersama Hicks, Brendan juga sering mendengarkan musik bersama tahanan asal Inggris Ruhal Ahmed yang berusia hampir sebaya dirinya. "Ruhal Ahmed yang saya lihat dan yang saja ajak bicara juga terlihat normal, manusia muda sehari-hari seperti saya dulu," ujar Brendan. Justru didalam Guantanamo, Brendang mengaku belajar banyak tentang Muslim. "Saya sampai tergeleng-geleng melihat bagaimana berdedikasinya mereka dengan keyakinan mereka. Hal yang tak kamu jumpai di Amerika Serikat
Sumber: http://achtungpanzer.blogspot.com/2009/02/penjaga-guantanamo-buka-mulut.html
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar